Teng….teng….teng….teng….!!!!
Bel pulang sekolah berbunyi, semua siswa-siswi SMA Bensin Pertamax berhamburan keluar dari kelasnya masing-masing. Di antara kerumunan pelajar itu terlihat Indra, seorang cowok pendiam yang misterius (asal-usulnya). Ia terlihat sedang menunggu seseorang. Banyak temannya yang menyapanya, tapi hanya ia balas dengan senyum khasnya. Senyum lebar dengan memperlihatkan gigi kelinci depannya. Meskipun ia pendiam, tapi banyak orang yang dekat dengannya. Mulai dari balita, anak kecil, remaja, sampai mbah-mbah sekalipun. Setelah sekian lama menunggu, orang yang di tunggu pun datang. ternyata yang ditunggu bukan seorang, tapi ada 4 orang. Mereka adalah Anaz, Deby, Gilang,dan Uchti. 4 orang ini termasuk dalam Geng “Ter-Segala”. Mereka itu Ter-baik, Ter-cakep, Ter-pintar, Ter-hormat pula. Tapi mereka itu ga Ter-hina, and ga pernah Ter-aniaya.
“Hai Ndra!!” sapa Anaz. “kok belum pulang sih?”
“Pasti nungguin kita ya?” Uchti menggodanya sambil menyenggol lengan Indra. Muka Indra pun bersemu merah.
“Cie,cie… merah nih…” goda Deby. “Uchti, udahlah, jangan gangguin Indra lagi. Nanti dia tambah merah, terus keringetan, terus mendidih deh…”
“Iya lah.. maaf ya.. aku ga nyangka kamu masih kayak dulu..” kata-kata Uchti itu di sambut tawa oleh teman-temannya, dan membuat Indra semakin merah.
Sebenernya aku udah berubah, cuma kalo deket kamu aja aku jadi kayak gini. kamu nyadar nggak sih? pikir Indra dalam hati. Sebenarnya, sejak Indra kenal dengan Uchti, ada sedikit perasaan berdebar di hatinya. Ia tak sanggup untuk duduk di sebelahnya. Apalagi untuk menatap wajahnya. Sudah dijamin 99,99% ia akan salah tingkah.
“Eh, pulang yuk, udah mendung nih..laper pula…” ajak Gilang.
“Bentar dulu, katanya mau makan seafood… jadi nggak sih?? tanya Anaz.
“Halah, nge-sok pake acara makan seafood segala..” Indra ikut-ikutan bicara. “Tadi Ibuku beli kepiting and Udang banyak banget, terus aku di suruh ngundang kalian untuk makan di rumahku, mau nggak? Gratis…”
“Serius? Ya udah, sekarang kita ke rumahmu aja.. LET’S GO!!!!” Teriak Gilang. Mereka berlima pergi ke rumah Indra yang berjarak hanya 200 meter dari sekolah.
O_O_O_O_O_O
Indra, Deby, Gilang, Anaz, dan Uchti sedang menikmati seafood ala Ibunya mas Indra. 3 kepiting berukuran jumbo dan 20 udang lobster di panggang dengan saus tiram, dan dimakan dengan nasi hangat pada sore hari. Kebersamaan mereka terlihat jelas dari cara mereka makan dengan cara yang sama, memilih makanan yang sama, dan menghirup udara yang sama. Dan selama itu, Indra selalu memperhatikan wajah Uchti tanpa berkedip.
“HAYO !!!” Deby mengagetkan Indra yang dari tadi melamun. “hayo ketahuan… dari tadi kok ngliatin Uchti terus?”
“Nggak kok, nggak apa-apa…”
“Halah, jangan bohong lah… jujur aja, kamu suka sama Uchti kan?”
“Sok tahu…” Indra coba mengelak.
“Udah lah, nggak usah munafik. Aku tahu dari cara kamu memperhatikannya. Kamu suka sama Uchti kan?” Deby terus mendesaknya agar mau mengaku.
“Iya lah, aku ngaku… tapi jangan bilang siapa-siapa ya. Ini pe-er-i-ve-a-ce-ye, privacy… oke?”
“Oke boss..” akhirnya Indra pun bercerita tentang perasaannya pada Uchti dari awal sampai akhir. Dan Indra berhasil membuat Deby melongo untuk mendengarkan cerita Indra yang tanpa di selingi koma.
“Paham?” tanya Indra setelah ia selesai bercerita.
“Paham… tapi, apa mau kayak gini terus?”
“Maksudnya?”
“Apa kamu mau mengaguminya terus? Kenapa kamu nggak coba nyatain perasaanmu kedia?”
“Nembak, gitu? Ah, aku belum siap mental. Oh iya, ulang tahunnya Uchti kapan sih?”
“Ulang tahunnya? Kalo nggak salah sih, besok. Kenapa sih?”
“Oh, besok ya… nggak, nggak apa-apa. Ini Deb, udangnya dimakan lagi. Enak kan?”
“Enak kok…” mereka pun melanjutkan makan lagi. Tidak ada yang tahu apa yang sedang di pikirkan Indra. Indra bahkan tidak tahu apa yang sedang di pikirkannya. Loh??
X X X X X
Malam itu, Indra tidak bisa tidur, ia sedang memikirkan kata-kata Deby sebelum pulang. Kalo kamu suka dia, and kamu nggak mau kehilangan dia, kamu harus bisa mengalihkan perhatiannya ke kamu. Mengalihkan perhatiannya, itulah yang sedang di pikirkan Indra. Gimana aku bisa? Padahal besok Uchti ulang tahun. Apa yang harus aku lakukan? Pikir Indra. Ia pun terlelap sejenak. Di kepalanya sudah tergambar sebuah skenario yang akan terjadi besok. Ia datang ke sekolah, memberikan kado, menyatakan cinta, lalu di terima. Atau.. Ia datang ke sekolah, memberikan kado, menyatakan cinta, lalu di tolak. Waduh, repot juga kalau di tolak ya? Tapi Indra merasa aneh dengan skenarionya, kemudian Ia putar balik. Ia datang ke sekolah, dan memberikan kado. Kado? Kado apa? Coklat? Udah sering. Atau boneka? Ah, lebih biasa lagi… Oh iya, aku punya ide.
Indra pun terbangun. Ia langsung mengeluarkan kotak kosong, kertas origami, dan peralatan tulisnya. Ia berencana akan menyampaikan perasaannya lewat bangau dan anggrek yang berhasil di buatnya. Dan dalam waktu singkat, ia berhasil membuat 1 set kado “hand made”. Ia sudah tidak sabar menunggu datangnya hari esok. Dan akhirnya ia pun terlelap dengan senyuman.
X X X X X
Pagi-pagi sekali Indra bangun. Jam masih menunjukan pukul 04.00 suasana rumah masih sepi. Yang terdengar cuma suara jangkrik, dan deru motor di kejauhan. Suasana inilah yang paling di senanginya. Karena Ia bisa berkhayal, melamun, dan memainkan imajinasinya. Tiba-tiba, terbersit suatu pemikiran aneh di kepalanya. Seandainya nanti aku meninggal, apakah aku akan menyaksikan jazadku ini dimandikan? Di sholatkan? Dan di kafani? Kerabatku, teman-tamanku, dan keluargaku menangisi kepergianku. Dan tangis itu menggema sampai peristirahatan terakhirku. Aku hanya bisa melihat semua itu tanpa bisa melakukan apa-apa. Kapan saat itu datang? Pikirnya. Ia pun terlelap lagi dengan pikirannya.
“Indra !! bangun !!” teriakan ibunya memecahkan lamunan Indra. Dan saat ia melihat jam dinding doraemonnya, jam itu menunjukkan pukul 05.30.
“Iya bu…” Indra keluar dari kamarnya dan langsung mandi tanpa mempedulikan air yang dingin. Pikirannya tertuju pada adegan yang akan terjadi di sekolah nanti.
X X X X X
Indra keluar rumah dengan perasaan senang. Kaqrena sebentar lagi ia akan melaksanakan niatnya. Sepedanya pun Ia kayuh dengan tenang, tapi Ia merasa ada sesuatu yang kurang, dan perasaan itu ia simpan sepanjang perjalanan. Ketika Ia sampai di Gerbang sekolah, Ia berpapasan dengan Uchti. Uchti tersenyum padanya, dan Indra membalas senyumnya itu. Tiba-tiba, ia teringat kalau kado yang ia buat tidak ada di tasnya. Ia berniat kembali ke rumah untuk mengambilk kadonya yang tertinggal. Namun saat Ia hendak berbalik, tiba-tiba terrdengar suara klakson mobil yang sangat keras. Dan semuanya pun menjadi gelap, gelap, dan semakin gelap. Yang bisa Ia ingat terakhir kali, Uchti berlari menghampirinya dan berusaha untuk menyadarkannya sambil menangis….
Suara Uchti masih terdengar, kali ini bukan hanya Uchti saja, tapi terdengar pula suara Gilang, Anaz, dan Deby.tubuh Indra terbaring di rumah sakit. Tubuhnya sudah mati rasa yang di akibatkan oleh rasa sakit luar biasa yang di deranya. Uchti masih saja menangis, karena Ia khawatir terjadi sesuatu pada Indra. Ia menyaksikan bagaimana tubuh Indra ter tabrak mobil, kemudian terpelanting hingga 5 meter.
“Indra, kamu masih sadar kan? Bangun Ndra !!! bangun !! aku mohon…” ujar Uchti sambil menahan tangis.
“Uchti, sabar… disini bukan cuma kamu saja yang sedih, tapi aku, dan semuanya juga sedih…” kata Gilang sambil menenangkan Uchti.
1 jam berlalu, dan Indra masih belum bangun. Uchti, Deby, Gilang, dan Anaz masih menungguinya dengan sabar. Dan tiba-tiba, tangan kanan Indra bergerak. Meskipun matanya masih tertutup, tangan itu menggapai-gapai meja disamping tempat tidur, mengambil pensil, dan menuliskan sesuatu di meja itu. “kotak di sudut kamar”. Deby, Anaz, Gilang, dan Uchti melihat itu semua dengan pandangan tak berkedip. Setelah Indra menuliskan Itu, tangannya terangkat dan mengacungkan kelingkingnya. Wajah Indra tampak tersenyum. Secara refleks, Deby, Anaz, Gilang, dan Uchti menggenggam tangan Indra. Terasa dingin. Mereka menggenggam tangan itu sampai akhirnya tangan Indra melemas, dan semakin lemas.
Indra sudah tiada… Anaz, Deby, Gilang, dan Uchti cuma bisa mengenang Indra saat ia masih hidup. Kotak yang di maksud Indra sudah di ambil setelah minta izin kepada ibunya Indra. Di kotak itu tercurah segala perasaannya pada Uchti. Dan akhirnya Uchti sadar betapa indra sangat menyayanginya, lebih dari sekedar teman.dan kotak itu Uchti simpan untuk mengenang Indra.
Di pemakaman, Anaz, Deby, Uchti, dan Gilang mengantarkan kepergian Indra, mereka sudah merelakan Indra untuk kembali kepadaNya. Saat jenazah Indra hendak di kuburkan, tiba-tiba angin berhembus dan sayup-sayup terdengar suara Indra berbisik lirih.
“Terima kasih teman-teman….”